Gash – Banyaknya catatan minus menyangkut tata kelola pemerintahan daerah provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan desas desus ketimpangan kesetaraan dan kurang bahkan tidak berkeadilannya dalam menggali potensi SDA daerah oleh masyarakat setempat semasa Gubernur Erzaldi menunjukkan grafik kesenjangan sosial semakin tajam. Salah satu indikatornya adalah semakin sempitnya ruang kesempatan masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya atau bahasa urang bangkek e ” susah ge nyarik duit sekarang ni “.
Keluhan-keluhan ini sepertinya tidak direspon positif sewaktu Erzaldi menjabat Gubernur padahal kewajiban penguasa atau Kepala daerah wajib memastikan penduduk atau masyarakat yang dipimpin nya untuk hidup makmur diatas bumi yang subur atau kaya SDA nya.
Ketua DPW Partai Berkarya Babel Achmad Ferdy Firmansyah , mengingatkan kembali pentingnya Konsep Trilogi Pembangunan sebagai tolak ukur suatu negeri yang Aman dan Sentosa.
Dengan terjaga Stabilitas daerah yang dinamis dipastikan akan membawa arah meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang tinggi sehingga Pembangunan dan hasil – hasil nya yang merata bisa dirasakan oleh penduduk negeri tersebut dan itulah sejatinya konsep ” Trilogi Pembangunan ” yang pernah kita rasakan di era Kepemimpinan Presiden RI H.M Soeharto. Oleh sebab itu beliau di juluki sebagai Bapak Pembangunan
Nilai – Nilai Trilogi Pembangunan ini yang kami sampaikan kepada Calon Kepala Daerah ( Gubernur ) Hidayat Arsani jika terpilih nanti karena selama ini Pak Hidayat Arsani dikenal juga sebagai Bapak Pembangunan di Babel
Dalam konsep Trilogi Pembangunan suatu daerah yang kaya Sumber Daya Alam (SDA)nya menjadi negeri yang Aman ,Makmur dan Sentosa sebaliknya Penguasa atau kepala daerah yang mengabaikan konsep tersebut dan terjebak akan kenikmatan nafsu berkuasa atau penyelewengan kewenangan dipastikan akan membawa kehancuran negeri nya sendiri cepat atau lambat.Biasanya kondisi ini di tandai oleh cara penguasa atau elit yang minim inovasi pembangunan dan hanya jadi pemburu rente sehingga tidak menutup kemungkinan penguasa tersebut turut menjadi pemain dan memanfaatkan kekuasaan nya untuk kepentingan bisnis keluarga dan kelompok nya.
Insyaa Allah dengan latar belakang seorang pengusaha yang sukses sebelum mendapatkan mandat masyarakat Babel ,Pak Hidayat Arsani akan memanfaatkan kuasa dan wewenang nya untuk kemakmuran dan masyarakat Babel,” kata Achmad Ferdy Firmansyah dalam jamuan nya di kediaman Hidayat Arsani Calon Gubernur Babel terkait penyerahan simbolis Surat Dukungan DPP Partai Berkarya “, Selasa (03/9/2024).
Insyaa Allah niat saya bersama Bu Hellyana mencalonkan diri ini semata-mata ingin mengabdi untuk membangun kesejahteraan masyarakat Bangka Belitung ” ujar Hidayat Arsani
Sosok politisi yang disapa Firman itu melanjutkan pandangan pertemuan tersebut setidaknya ada 5 indikator pemerintah provinsi gagal dalam mengimplementasikan cita – cita atau tujuan pembentukan provinsi ini :
Pertama, penguasa / Kepala Daerah ( Gubernur) dan pengusaha bekerja dalam satu jalinan kebijakan yang sama. Akhirnya, tidak bisa dibedakan kapan dan dimana ideal posisinya sebagai penguasa dan pengusaha.
Kedua, standarisasi tata kelola pemerintahan yang baik sengaja di abaikan dimana tidak boleh ada keputusan pemerintah atau kebijakan publik yang dibuat tanpa melibatkan masyarakat. Misalnya, dalam pembentukan Perda ,Pergub dan sebagainya. Kemudian partisipasi publik ini bisa diartikulasikan sebagai serap aspirasi, sosialisasi, dan transparansi. Namun, faktanya minimnya keterlibatan publik dan transparansi publik dalam proses tata kelola Good Governance.
Ketiga, proses penegakan hukum yang tidak berimbang dan terjadi perlakuan yang berbeda di mata hukum antara masyarakat biasa dengan pengusaha atau pejabat publik di daerah Firman menyebut ini masalah besar lembaga penegak hukum dimana setiap orang tidak diperlakukan sama di hadapan hukum. Misalnya, ketika masyarakat biasa bermasalah hukum maka hukum itu berlaku tajam sebaliknya jika Masyarakat kelas atas tersangkut hukum maka hukum berlaku tumpul.
“Ini bentuk setiap orang tidak diperlakukan sama di hadapan hukum (diskriminatif, red),” ujarnya.
Firman Berkarya berpendapat selama kepentingannya tidak sesuai dengan kemauan penguasa, maka isu yang diusung masyarakat sipil dianggap tidak penting. Hal itu terbukti dari berbagai protes yang disampaikan kalangan masyarakat sipil, tapi tidak dianggap penting pemerintahan daerah ( kepala daerah dan wakil rakyat ).
Keempat, penegakan hukum menjadi tidak penting ketika Pejabat publik di daerah mudah melakukan manipulasi data atau penggiringan opini melalui media online yang tidak objektif atau cendrung kolaboratif karena bayaran kontrak.
Firman Berkarya menyebut ada potensi bahaya menuju kegelapan dan kebodohan yang terstruktur ketika data dan informasi dimonopoli atau pilar pers kurang seimbang dalam mencerdaskan kehidupan politik masyarakat.
Kelima, Kasus hukum dilingkungan Pemerintah Daerah semakin tinggi. Firman mencatat tak sedikit kasus masyarakat sipil yang melakukan aktivitas tambang untuk menghidupi keluarganya dikriminalisasi. Persoalannya bukan pada aturan hukum, tapi Pemerintahan Daerah tidak mengimplementasikan semangat otonomi daerah dan tidak mampu berinovasi dalam memberikan perlindungan secara hukum ( legal) yang memadai bagi masyarakat yang melaksanakan aktivitas tambang.
“Untuk itu, kalangan masyarakat sipil yang melakukan aktivitas di sektor tambang rakyat harus berkonsolidasi dalam kebijaksanaan dan berkomitmen bersama dalam menyambut kontestasi pilkada serentak nanti sehingga melahirkan pemimpin atau penguasa yang mampu berfikir strategis ke depan baik jangka pendek selama menjabat maupun jangka panjang ( visioner ) agar perekonomian daerah dan pendapatan masyarakat lebih baik dari sebelum nya , serta menghadirkan Gubernur Baru yang kepemimpinan nya bisa terealisasi dalam design besar kita mewujudkan Bumi Serumpun Sebagai yang ” Baldatun Thoyyibatun Warabbun Ghofur,” papar Firman.
DPW Partai Berkarya Prov Kep Babel.
Biro Pers, Media komunikasi dan informasi
(Redaksi)