Gash – Dilansir dari Catatan-Merah.com , Berdasarkan Analisa citra satelit WALHI Babel, luasan terumbu karang di Babel pada 2015 (era Erzaldi) mencapai 82.259 ha dan menurun jadi seluas 12.474 ha pada 2017. Itu berarti, terumbu karang di Babel berkurang 64.514 ha dalam dua tahun terakhir, dengan 5.270 ha diketahui mati. (walhi babel – GreenPeace) Jum”at, 27/9/2024.
“Dengan mengembangkan pariwisata berkelanjutan, kita bisa menerapkan blue economy melalui wisata bahari di pulau-pulau kecil dan pesisir. Ini adalah wujud dari pariwisata biru yang berorientasi pada pelestarian lingkungan dan sumber daya alam,” kata Erzaldi dalam rilisnya di Pangkalpinang, Rabu (25/9). (asatu Online)
Pernyataan Erzaldi soal Blue Economy dan kelestarian lingkungan terasa Hambar, mengapa tidak pada saat beliau menjabat tercatat ribuan terumbu karang mati akibat penambangan yang serampangan, akibatnya nelayan sulit mencari nafkah di laut, konflik antara penambang laut dan nelayan pun merebak spanjang periode beliau tanpa ada mitigasi ataupun solusi yang jelas untuk masa depan mereka.
Wisata Bahari Pada pulau pulau harus ditunjang dengan keindahan lingkungan, namun faktanya jangankan berbicara keindahan lingkungan, air laut pun sudah keruh menguning.
Lagi – lagi kita disuguhkan istilah asing Blue Economy, yang pada kenyataannya saat ini ekonomi berkelanjutan sedang terseok-seok. Masyarakat membutuhkan solusi kongkrit bukan janji manis dengan istilah yang keren, Nelayan juga Butuh Makan dan penghidupan, pelaku parawisata butuh solusi yang lebih dari sekedar konsep indah disaat para pelancong tidak menjadikan bangka belitung sebagai prioritas liburannya.
Menyikapi hal ini, Jorgi mahasiswa semester 11 asal Desa Beriga, Kabupaten Bangka Tengah menilai perkataan Erzaldi hanya kepentingan kelompoknya, bukan untuk kepentingan masyarakat kecil.
“Kalau berbicara blue ekonomi
Susah sangat sering blue ekonomi dijadikan bahan dalam penunjang sektor ekonomi masyarakat. Tapi nyatanya pengaplikasiannya hanya untuk keuntungan berbagai pihak, bukan untuk masyarakat kecil.
Padahal pada hakekatnya Blue Ekonomi berfokus untuk menunjang ekonomi pesisir yg terfokus pada masyarakat pesisir.
Saat ini juga masih sering terjadi konflik antara masyarakat dengan pemerintah terkait pemanfaatan ruang lingkup laut, sering kali mereka menggaungkan untuk keuntungan negara, tapi mereka merusak ruang hidup nelayan kecil.
Kesimpulannya mereka berdalih untuk keuntungan negara tapi mereka lupa bahwa negara ini adalah punya masyarakat. Ini Sangat jadi pertanyaan, Negara menuntut masyarakat untuk mengikuti aturan yg ada, tapi negara hadir di masyarakat sebagai apa??.
Intinya kalau berbicara blue ekonomi jika bisa tertuju ke masyarakat kecil, bukan hanya untuk keuntungan perusahaan-perusahaan besar dengan dalih pembangunan dan lainnya.”terang Jorgi Mahasiswa Universitas Bangka Belitung.
(Redaksi)