Gash – Konflik agraria antara warga Desa Tanjung Labu dan perusahaan perkebunan sawit PT Swarna Nusa Sentosa (SNS) kian memanas. Warga menuding perusahaan melakukan perluasan lahan tanpa izin dan menyerobot tanah milik masyarakat. Di tengah situasi yang kian memanas, pindo Kepala Desa Tanjung Labu sangat disayangkan ia enggan memberikan komentar, memilih bungkam saat dimintai keterangan oleh tim redaksi media Gashnews.com . 22 Juni 2025
Dalam vedio berdurasi 32 detik yang berhasil di dapatkan oleh tim redaksi itu menyebutkan kekesalan warga yang melontarkan bahwa habislah lahan yang ada di desa tanjung labu dan enaknya jadi kades diduga makan uang haram
Dikamuskan kedalam bahasa Indonesia vedio berdurasi 32 detik itu menyebutkan “Sedih Melihat Kepulauan Lepar habis di garap oleh PT, gak lawan jadi kades lah biar biar disumpah oleh orang makan duit haram habis lahan tanjung labu,” ucap getir sumber
Sementara, Ferry Edward selaku camat lepar mengatakan, Hak guna usaha (HGU) PT keluar tahun 2001 dan berakhir 2036
Diberitakan sebelumnya, Konflik agraria antara warga Desa Tanjung Labu, Kecamatan Lepar Pongok, Kabupaten Bangka Selatan (Basel), Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), dan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Swarna Nusa Sentosa (SNS) kian memanas.
Warga menuding perusahaan melakukan ekspansi lahan secara sepihak tanpa kejelasan, bahkan diduga telah mencaplok lahan milik masyarakat dan desa setempat.
Seorang warga yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan kepada redaksi Djituberita.com pada Sabtu malam (21/6), bahwa aktivitas PT SNS telah berlangsung selama beberapa bulan terakhir dan semakin meluas ke area yang ditengarai diduga merupakan milik warga dan desa. Hal tersebut berhasil di kutip oleh tim redaksi Gashnews.com dari djituberita.com
“Padahal itu sebagian milik warga dan desa. Sudah dilaporkan, tapi gak ada kejelasan. Warga sekarang pasrah, takut bersuara karena khawatir dilaporkan balik jadi tersangka,” ujarnya.
Selain permasalahan kepemilikan lahan, warga juga mengkhawatirkan dampak lingkungan akibat penebangan pohon secara masif yang dilakukan oleh pihak perusahaan. Mereka menilai hal tersebut berpotensi merusak sumber daya alam yang menjadi tumpuan hidup generasi mendatang.
“Habis semua kayu di sana. Nanti generasi kami gak bisa lagi berkebun kalau semua sudah dikuasai perusahaan sawit. Dampaknya besar, tapi warga takut bersuara,” tambahnya.
Temuan Mahasiswa UBB: Selisih 2.000 Hektare Tak Sesuai HGU
Konflik ini mendapat sorotan dari kalangan akademisi. Berdasarkan hasil penelitian mahasiswa Universitas Bangka Belitung (UBB) yang dipublikasikan Agustus 2024, ditemukan adanya dugaan pelanggaran Hak Guna Usaha (HGU) oleh PT SNS.
Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa perusahaan seharusnya hanya mengelola lahan seluas 6.000 hektare sesuai izin HGU. Namun di lapangan, ditemukan bahwa PT SNS menguasai sekitar 8.000 hektare, dengan selisih 2.000 hektare yang diduga masuk ke wilayah masyarakat desa.
Penelitian juga menyoroti minimnya upaya partisipatif dalam penyelesaian konflik ini, serta menyarankan adanya mediasi legal yang adil untuk semua pihak.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT Swarna Nusa Sentosa yang beralamat di Kecamatan Sungai Selan, Kabupaten Bangka Tengah, belum berhasil di dapatkan ketenangan oleh tim redaksi dan akan menggali informasi lebih lanjut
Tim redaksi berupaya untuk menghubungi instansi terkait di Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan guna memperoleh klarifikasi lebih lanjut.
terkait hal ini tim redaksi akan terus memantau perkembangan situasi di lapangan serta menyuarakan aspirasi masyarakat yang terdampak. Konflik ini menjadi potret buram pengelolaan sumber daya alam di daerah, yang jika dibiarkan berlarut dapat memicu ketimpangan sosial yang lebih luas.