GASH – Di tengah kabut ketidakpastian ekonomi dan kebijakan, suara rakyat dari tanah timah Bangka Belitung kembali menggema, kali ini lewat untaian pantun yang menjadi suara hati warisan budaya. Bang Yoelch Haidir menyuarakan keresahan itu lewat karya sastra pantun yang sarat akan kritik sosial dan makna perjuangan, namun ini bukanlah simbol dari sebuah perlawanan, melainkan mencari jalan kedamaian.
Di tengah kabut ketidakpastian, rakyat penambang Timah khususnya di Bangka Belitung yang mana menanti jawaban yang nyata, bukan sekadar janji manis dalam pidato-pidato kebijakan.
Suara protes pun mulai terdengar dari berbagai daerah. Aksi-aksi damai akan dilakukan, berharap pemerintah membuka mata.
Kali ini pantun yang disuguhkan lewat karya bang Yoelch mengunakan kalimat kosakata bahasa Indonesia, berharap kedepannya dapat menempuh kesejahteraan buat semua. Yuk mari simak:
Jika malam hidup lah lentera, Api Lentera berwarna merah, Bagaimana rakyat mau sejahtera, Lada hilang timah pun murah.
Hidup bertingkat dalam kasta, Bagai jabatan dalam organisasi, Masalah MKT tiada kabar berita, Akibat pejabat banyak korupsi.
Bemo membawa seorang dara, Duduk manis tanpa bicara, Demo bergema di seluruh Nusantara, Tanda rakyat hidup sengsara.
Hikayat tertulis dalam kisah, Sunnah kita datang melayat, Rakyat semakin bertambah susah, Kebijakan pemerintah rasanya rugikan rakyat.
Batang nangka di tepi rumah, Petik sebutir dengan galah, Bangka Belitung penghasil timah, Kini timah menjadi masalah.
Ketika impian dan khayal hanya lah angan, Keyakinan seakan menjadi lemah, Ketat nya sistem regulasi penambangan, Menjadi pemicu keresahan penambang timah.
Merubah hidup belum terlatih, Karena bukan termasuk ahli, Di sana sini penambang merintih, Timah susah tiada pembeli.