GASH – Ustad Umar mewakili Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kabupaten Bangka Selatan menanggapi isu hiburan di kawasan Himpang Lima yang tengah menjadi sorotan masyarakat. Salah satu pokok pembahasan dalam rapat yang digelar Komisi II DPRD Bangka Selatan adalah terkait keberadaan panggung hiburan musik, khususnya tempat panggung Discjokey (DJ) yang bernuansa musik dugem.
Perwakilan DMI Bangka Belitung, Ustaz Umar, Kepada Gashnews menyatakan sikap kurang setuju terhadap pertunjukan musik dugem di ruang publik seperti Himpang Lima. Menurutnya, lokasi tersebut merupakan ruang terbuka umum yang sering dikunjungi oleh berbagai kalangan, termasuk anak-anak, sehingga dinilai tidak selaras dengan nilai-nilai Islami.
“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya Ustaz Umar, anggota DMI Bangka Belitung, mewakili dalam rapat Komisi II DPRD Basel. Kami dari pihak DMI menyampaikan bahwa bukan berarti kami tidak suka musik, tapi kami kurang setuju dengan pertunjukan dugem di tempat umum seperti Himpang Lima. Di sana banyak anak-anak dan keluarga berkumpul. Kami khawatir nilai-nilai syariat terabaikan, terutama dari sisi pakaian dan perilaku yang mudah ditiru oleh anak-anak,” ungkapnya.
Ustad Umar menjelaskan, secara umum musik bukanlah hal yang dilarang, selama ditempatkan secara bijak dan tetap menghormati waktu-waktu ibadah seperti adzan. Namun ia menegaskan, jenis musik seperti dugem dan DJ memiliki potensi menimbulkan dampak negatif, terlebih jika lokasinya dekat dengan fasilitas umum yang membutuhkan ketenangan.
“Masjid dan rumah sakit sangat dekat dengan kawasan Himpang Lima. Musik yang terlalu bising bisa mengganggu kenyamanan masyarakat, terutama pasien yang sedang dalam masa pemulihan,” ujarnya tegas.
Ustaz Umar juga meminta kepada pemerintah daerah agar pengaturan terhadap jenis hiburan di ruang publik dilakukan secara bijak dan terstruktur, agar tidak menimbulkan keresahan sosial maupun kerusakan moral di masa depan.
“Saya sudah keliling dunia, termasuk ke Afrika Utara, dan melihat bagaimana masyarakat di sana sangat menghargai waktu ibadah. Rumah-rumah sudah tutup sejak pukul 9 malam, dan semua kegiatan publik diatur dengan sangat disiplin,” katanya.
Ia pun menyarankan agar jadwal hiburan diatur dengan baik. Misalnya, pada hari-hari tertentu hanya diisi dengan permainan tradisional, hari lain dengan musik yang bernuansa Islami, atau tarian yang sesuai dengan syariat.
“Kami bukan anti hiburan. Hiburan dibutuhkan, tapi harus ada batas dan nilai edukasi. Jangan sampai masa depan anak-anak dikorbankan karena kelalaian kita dalam menata ruang publik,” tutup Ustad Umar.
Di akhir penyampaiannya, ia menyampaikan permohonan maaf jika ada pernyataan yang kurang berkenan, dan menegaskan bahwa apa yang disampaikannya murni sebagai bentuk keprihatinan seorang da’i terhadap perkembangan sosial masyarakat.
“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,” pungkasnya Ustad Umar